Ahlan Wa Sahlan Mitra Anda dalam Berwawasan

SEJARAH NU “AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH” di Indonesia (jilid 2)

Judul: SEJARAH NU “AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH” di Indonesia (jilid 2)
Penulis: Abu Mujahid
Penerbit: Toobagus Publishing
Cetakan: -
Ukuran: 17.2 x 25 cm
Halaman: -
ISBN: 978-602-17239-2-0
Jenis Cover: Soft Cover
Harga: Rp. 75.000,- Rp. 63.750,-
 


Gus Dur & TEMPO, Dinamisasi Pondok-Pondok Pesantren,
Revitalisasi Kitab-Kitab Kuning, Majelis Bahtsul Masa-il,
Penggembosan PPP, Kasus Tabloid Monitor,
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Versus Forum Demokrasi,
Dai Sejuta Umat, Rapat Akbar Warga NU, Muktamar Cipasung 1994,
Kerusuhan Situbondo & Tasikmalaya, Mahasiswa-Mahasiswa Generasi MTV,
Tragedi berdarah Mei 1998, Kemunculan PKB-PNU-PKU-Partai Suni,
Ulil Abshar Abdalla & Jaringan islam Radikal,
Terorisme & Gerakan Islam Radikal, Detasemen 99 Anti teror


“Kenapa tradisi NU yang selama ini sulit ditembus, tiba-tiba di-‘subversi’ secara diam-diam dari dalam? Saya curiga, jangan-jangan ini karena faktor Gus Dur. Di kalangan pesantren, pengaruh seorang figur masih sangat kuat. Ini adalah bagian dari paternalisme Jawa yang jejak-jejaknya masih terasa kuat di pesantren. Figur, bagi kalangan tradisi, adalah penjaga ketertiban, harmoni, keselarasan. Modernisasi telah mengacaukan banyak norma masyarakat. Dan tradisi adalah semacam ‘rumah’ yang melindungi mereka dari kekacauan itu. Mereka tak akan membiarkan siapa saja melakukan ‘perombakan’ interior atau eksterior rumah tersebut. Karena, dengan demikian, mereka akan mengalami ancaman. Akan tetapi perombakan itu diperbolehkan jika harus dilakukan sendiri oleh seorang ‘dhanyang’, seorang figur karismatis yang menjadi pelindung tradisi mereka. Di sinilah feodalisme mendatangkan ‘berkah’. Munculnya figur Gus Dur telah memberikan sokongan moral kepada para anak muda dan kyai muda NU untuk melakukan ‘pembacaan-ulang’ atas tradisi mereka yang selama ini dijaga dengan keras oleh para kyai sepuh. Gus Dur sendiri, sebetulnya, tidak melakukan pembaharuan secara verbal ‘ke dalam’. Dia jarang membicarakan isu-isu intelektual yang kontroversial di kalangan kyai-kyai. Akan tetapi Gus Dur memberikan ‘suaka keagamaan’ kepada para anak muda yang sudah ‘gerah’ terhadap tradisinya dan hendak melakukan sesuatu yang lain”.

Lebih dari sepuluh tahun lalu, Ulil Abshar Abdalla pernah mengatakan itu dalam salah satu artikelnya. Sebagai generasi muda NU yang merasakan zaman itu, masa-masa ketika Gus Dur memimpin NU langsung, Ulil betul-betul tahu: Gus Dur bukan sekedar tokoh, tetapi juga jendela, pewarta kepada dunia tentang dunia pesantren dan santri di Indonesia.

Berbeda dengan jilid pertama, jilid kedua Sejarah NU “Ahlus Sunnah wal jama’ah” di Indonesia ini akan mengetengahkan perjalanan NU sejak Gus Dur mulai memegang jabatan ketua PBNU sampai berubah seperti sekarang. Sebagai kumpulan cerita-cerita menarik, buku ini memang patut dibaca. Terutama, bagi mereka yang memiliki concern untuk mengubah wajah pendidikan pesantren kita.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
.